Putra Putri Nabi Muhammad SAW
Putra Nabi Muhammad SAW pertama adalah Sayyidina Al Qasim. Dia lahir sebelum Nabi SAW diangkat menjadi nabi. Karena Qasim adalah anak tertua, maka Nabi diberi julukan Abu Qasim. Dia hanya hidup selama beberapa hari saja.
Nama Istri Nabi Muhammad SAW, Patut untuk Diketahui!
Putri Nabi Muhammad SAW berikutnya yakni Sayyidah Zainab. Dia adalah putri tertua Nabi yang lahir pada tahun ke-30 dari kelahiran Nabi Muhammad. Dia menikah dengan Abu al-Ash bin ar-Rabi.
Dari pernikahannya itu lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Ali (meninggal saat usia remaja) dan Umamah—yang nanti dinikahi Sayyidina Ali bin Abi Thalib setelah Sayyidah Fathimah wafat. Zainab wafat pada 8 H.
Putri Nabi Muhammad SAW ketiga yakni Sayyidah Ruqayyah. Dia lahir pada tahun ke-33 dari kelahiran Nabi Muhammad. Ruqayyah dinikahi oleh Ustman bin Affan. Dia tidak memiliki suami lagi selain Utsman.
Dari Utsman, dia memiliki seorang anak bernama Abdullah—yang meninggal di usia empat tahun. Tercatat, dia ikut hijrah sebanyak dua kali. Ruqayyah wafat ketika ketika Nabi berada di dalam Perang Badar—riwayat lain tiga hari setelah Perang Badar.
Nama anak Nabi Muhammad SAW yang memiliki sebanyak 7 keturunan penting untuk dipahami dan diambil hikmahnya dari kisah hidup mereka.
Nabi Muhammad SAW tidak hanya dikenal sebagai rasul Allah yang membawa wahyu terakhir, tetapi juga sebagai seorang ayah yang sangat mencintai keluarganya.
Nama anak Nabi Muhammad SAW penting untuk diketahui karena terdapat banyak kisah penuh hikmah dalam kehidupan mereka.
Rasulullah SAW memiliki tujuh anak, terdiri dari tiga putra dan empat putri, yang lahir dari pernikahan beliau dengan Khadijah binti Khuwailid serta Maria Al-Qibtiyah.
Setiap anak Nabi Muhammad memiliki kisah tersendiri yang menunjukkan keutamaan keluarga Nabi dalam sejarah Islam.
Peran Nabi Muhammad sebagai Ayah
Dikutip dari buku Jangan Sakiti Rasulullah Al-Mustafa karya H. Miftahur Rahman, Nabi Muhammad SAW menunjukkan perannya sebagai ayah untuk melindungi anaknya.
Nabi SAW memberikan contoh penghargaan kepada anak perempuannya, ketika memperlakukan Sayyidah Fatimah. Nabi SAW memanggilnya dengan sebutan "Ummu Abiha" (ibu dari bapaknya), sebagai penghormatan atas kebaktian Sayyidah Fatimah dalam berkhidmat pada ayahnya.
Jika Sayyidah Fatimah datang, Nabi SAW segera berdiri. Ia menjemput Fatimah, mengambil tangannya, dan menciumnya. (HR Tirmidzi, Sunan Abu Daud). "Fathimah belahan nyawaku. Siapa yang membuatnya marah, ia membuatku marah. Siapa yang menyakitinya, ia menyakitiku." Begitulah perkataannya di hadapan para sahabat ketika berada dalam majelis. Betapa beliau memuliakan dan sangat menyayangi anaknya.
Sebagai orang tua, mestinya memahami bahwa setiap hal yang dilakukan orang tua untuk anak-anaknya adalah penuh makna, mencerminkan kasih sayang yang mendalam dalam hati ibu dan ayah. Kasih sayang ini perlu ditunjukkan secara nyata dan dirasakan oleh anak melalui berbagai cara dari waktu ke waktu.
Rasulullah SAW juga memberikan teladan terbaik dalam mencintai putra-putrinya dan keluarganya. Beliau menunjukkan sikap sebagai seorang ayah yang lembut, penuh cinta, kasih sayang, dan belas kasih.
Rasulullah SAW tidak hanya menolong dan memperhatikan anak-anaknya, tetapi juga menjaga mereka dengan penuh perhatian. Kecintaan beliau yang mendalam ini seringkali membuat orang lain terkesan dan penasaran.
'Aisyah Ummul Mukminin RA berkata, "Ada orang Arab yang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, 'Sesungguhnya anda mencium anak-anak Anda padahal kami tidak pernah menciumi mereka?' Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Apa yang dapat aku perbuat jika Allah telah mencabut kasih sayang di hatimu'?"
Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali, sedangkan di sisinya ada al-Aqra' bin Hajis at-Tamimi. Maka berkatalah al-Aqra',
"Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak namun belum pernah aku mencium salah seorang di antara mereka." Maka Rasulullah SAW mengarahkan pandangannya kepadanya seraya bersabda, "Barang siapa yang tidak menyayang maka tidak akan disayang."
Riwayat ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah contoh utama seorang ayah yang penuh kasih sayang, yang secara aktif menunjukkan cinta dan perhatian kepada anak-anaknya.
Nabi Muhammad SAW disebut memiliki tujuh anak. Dari tujuh anak Nabi Muhammad SAW, 6 di antaranya dilahirkan oleh Khadijah binti Khuwailid, dan satu dari Mariyah al-Qibthiyah.
Dikutip dari buku The Great Mother oleh Ibnu Marzuki Al Gharani, Khadijah binti Khuwailid dipersunting oleh Nabi Muhammad ketika ia berusia 40 tahun. Saat menikah dengan Khadijah usia Nabi Muhammad adalah 25 tahun. Khadijah binti Khuwailid dikenal sebagai pebisnis sukses dan wanita yang suci yang selalu menjaga diri dari keburukan.
Disebutkan dalam buku tersebut bahwa Khadijah adalah sosok ibu yang sangat mempengaruhi perkembangan anaknya, khususnya perkembangan kejiwaan putri Rasul Bernama Fatimah Az-Zahra. Peran Khadijah binti Khuwailid sebagai ibu adalah mendidik anak-anaknya sejak kecil untuk membiasakan diri dengan akhlak yang mulia. Bahkan kelembutan tutur katanya juga menjadikan teladan bagi anaknya. Terbukti dengan tumbuhnya Fatimah Az-Zahra menjadi pribadi yang lembut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kumpulan Ayat Alquran tentang Maulid Nabi, Lengkap dengan Penjelasannya
Dilansir dari Buku Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Kelas III MI, Nabi Muhammad SAW menikah dengan Sayyidah Khadijah radhiyallahu'anha yang pada waktu itu berumur 40 tahun. Sedangkan Nabi Muhammad SAW berusia 25 tahun.
Dalam perkawinannya, Nabi dianugerahi 6 putra-putri yaitu Qāsim, Abdullāh, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulṡum dan Fāṭimah. Semua anak laki-laki Nabi wafat waktu masih kecil dan anak perempuannya yang masih hidup sampai Nabi wafat adalah Faṭimah.
Nabi Muhammad SAW adalah keturunan bani Hasyim dari suku Quraisy. Menurut sejumlah Sirah Nabawiyah, nama Nabi Muhammad SAW berasal dari kakeknya, Abdul Muthalib.
Nama "Muhammad", sendiri berarti orang yang terpuji. Pada saat itu nama tersebut belum pernah dipakai oleh orang-orang Arab pada masa pra-Islam.
Nabi Muhammad SAW mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushayi bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizhar bin Ma'ad bin Adnan dan selanjutnya hingga bertemu garis keturunan dari Nabi Ismail AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut disebutkan dalam buku Hidup bersama Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam karya Daeng Naja.
Sementara itu, merujuk dari buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII M) karya Faisal Ismail, pilihan nama Muhammad yang diberikan oleh Abdul Muthalib kepada cucu tercinta sangat tepat, cocok, dan fenomenal.
Dikisahkan dalam buku tersebut, ketika banyak orang Quraisy yang bertanya kepada Abdul Muthalib mengapa ia memberi nama cucunya Muhammad, ia menjawab "Agar cucuku menjadi orang terpuji di langit di sisi Tuhan, dan terpuji di kalangan manusia di bumi."
Sementara itu, masih dalam buku yang sama menjelaskan bahwa kaum orientalis Barat generasi awal seperti Ignaz Goldziher, Theodor Noldeke, dan G. Well yang dengan maksud tendensius mengatakan bahwa nama asli Nabi Muhammad SAW bukanlah "Muhammad" melainkan Qusam atau Qutsamah.
Namun, pendapat ini tidak dibenarkan oleh para ulama. Sebab, riwayatnya palsu dan tidak jelas, sebagaimana dikatakan dalam buku an-Nabiy Muhammad, Insaniyah al-Insan wa Nabiy al-Anbiya karya Abdul Karim al-Khathib dan diterjemahkan oleh Jamaluddin.
Dalam jurnal berjudul Kajian Morofologis Nama-Nama Nabi Muhammad dalam Al-Qur'an karya Nabilatul Ulya juga menjelaskan mengenai nama-nama lain dari Nabi Muhammad SAW. Dijelaskan bahwa sosok nabi Muhammad SAW dinyatakan dalam sejumlah sebutan. Paling tidak, ada lima sebutan sosok Nabi Muhammad SAW dalam Al-Qur'an, yaitu Ahmad, Muhammad, Rasul, Nabi, dan Basyar (manusia biasa).
Masing-masing sebutan tersebut mempunyai karakteristik yang dapat membedakan antara sebutan satu dengan sebutan lainnya. Meski demikian, harus diakui juga bahwa masing-masing antara sebutan tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dari lainnya, karena kelima sebutan tersebut tetap bermuara pada satu objek, yakni sosok Muhammad SAW.
Nama lain Nabi Muhammad SAW tersebut turut dijelaskan dalam sejumlah hadits. Salah satunya dari Jubair bin Muth'im RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sungguh aku mempunyai beberapa nama. Aku adalah Muhammad, aku adalah Ahmad, aku adalah Al-Mahi (yang menghapus) yang denganku Allah menghapus kekafiran, aku adalah Al-Hasyir (yang mengumpulkan), yang manusia dikumpulkan pada qodam-ku (masa kenabianku), aku adalah Al-'Aqib (yang paling belakangan) yang tidak ada kerasulan sesudah itu." (HR Bukhari dan Muslim)
Selain itu, dalam riwayat yang berasal dari Abu Musa Al-Asy'ari RA ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW memperkenalkan dirinya pada kami dengan beberapa nama. Beliau berkata:
"Aku adalah Muhammad, Ahmad, Al-Muqaffi (mengikuti nabi sebelumnya), Al-Hasyir (yang mengumpulkan), Nabiyyut taubah, dan Nabiyyur Rahmah." (HR Muslim)
Banyak para ulama yang berbeda pendapat mengenai jumlah nama-nama Nabi Muhammad SAW, Ibnu Dihyah dalam kitab karangannya, berkata: Sebagian ulama berpendapat bahwa, jumlah nama-nama Nabi SAW itu sama seperti jumlah asmaul husna.
'Athif Qosim Amin al-Maliji dalam kitabnya, Asma' Nabi Fii al-Qur'an wa as-Sunnah‛, memaparkan nama-nama nabi itu adalah Muhammad, Ahmad, 'Abdullah, al-Ummi, ar-Rahiim, al-Basyir, asy-Syaahid/asy- Syahiid, an-Nadzir, ad-Da'i ila Allah, al-Muballigh, al-Hanif, al-Mahi, Rasul al-Malahim, al-Hasyir, Nabi at-Taubah, an-Nur, as-Sirojul Munir, al-Musthofa, al-Mudatstsir, al-Muzammil, ath-Thahir, al-Muthahar, al-Muthahir, al-Mutawakkal, al-Amin, ash-Shadiq, Thaha, al-Jami', al-Wali, al-Fatih, al-Hadi, Shohibul Kautsar.
JAKARTA, iNews.id - Nama putra putri Nabi Muhammad SAW harus muslim ketahui sebagai salah satu bentuk kecintaan kepada Rasulullah dan keluarganya. Momentum Maulid Nabi SAW ini merupakan waktu yang tepat untuk menambah kecintaan kepada Nabi SAW dan keluarganya.
Nabi Muhammad SAW dikarunia 7 anak terdiri atas 3 putra dan 4 putri. Semua putra dan putri Nabi SAW merupakan hasil pernikahannya dengan Sayyidah Khadijah radhiyallahuanha, kecuali Sayyidina Ibrahim radhiyallahuanhu yang terlahir dari Sayyidah Mariyah Al Qibtiyah.
Nama Anak Nabi Muhammad SAW dan Kisahnya
Nabi Muhammad SAW, sebagai utusan terakhir Allah SWT, adalah figur yang memiliki peran penting dalam sejarah Islam.
Selain dakwah dan perjuangannya dalam menegakkan ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW juga dikenal sebagai seorang kepala keluarga yang penuh kasih sayang.
Anak-anak beliau merupakan bagian dari kisah hidupnya yang memberikan pelajaran dan inspirasi bagi umat Islam.
Maka dari itu, mari simak nama keturunan Nabi Muhammad SAW berikut:
Al-Qasim adalah nama anak Nabi Muhammad SAW pertama yang lahir dari Khadijah.
Nama lengkapnya adalah Al-Qasim bin Muhammad, dan dengan kelahirannya, Nabi Muhammad kemudian dikenal dengan julukan “Abu Al-Qasim,” yang berarti ayah dari Al-Qasim.
Sayangnya, Al-Qasim meninggal dunia ketika masih kecil, sebelum usianya mencapai dua tahun.
Meskipun hidupnya singkat, kehadirannya tetap memberikan kebahagiaan dan keberkahan bagi keluarga Nabi, dan namanya selalu dikenang sebagai putra pertama Rasulullah.
Kehilangan Al-Qasim di usia muda merupakan salah satu ujian besar yang dihadapi Nabi Muhammad dan Khadijah.
Namun, kesabaran dan keikhlasan mereka dalam menghadapi takdir Allah menjadi teladan yang mulia bagi umat Islam dalam menghadapi cobaan hidup.
Zainab adalah putri pertama Nabi Muhammad SAW dan Khadijah. Lahir sebelum kenabian, Zainab tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang dari orang tuanya.
Zainab menikah dengan Abul Ash bin Rabi’, yang pada awalnya belum memeluk Islam.
Meskipun begitu, Zainab tetap setia pada ajaran Islam dan mendukung perjuangan ayahnya.
Ketika Mekkah masih berada di bawah kekuasaan kaum musyrikin, Zainab sempat berpisah dengan suaminya setelah Perang Badar. Namun, setelah Abul Ash memeluk Islam, mereka bersatu kembali.
Kisah Zainab menunjukkan kekuatan iman dan keteguhan dalam mempertahankan ajaran Islam, meskipun dalam keadaan sulit.
Cintanya kepada ayahnya dan komitmennya terhadap agama menjadi cerminan dari kebesaran hati putri seorang Nabi.
Ruqayyah adalah putri kedua Nabi Muhammad SAW yang juga lahir dari Khadijah. Ruqayyah menikah dengan Utsman bin Affan, salah satu sahabat Nabi yang kelak menjadi khalifah ketiga dalam sejarah Islam.
Ruqayyah mendampingi Utsman saat hijrah ke Habasyah, sebagai bagian dari kelompok Muslim awal yang mengungsi untuk menghindari penganiayaan di Mekkah.
Mereka kemudian kembali ke Madinah, di mana Ruqayyah mengalami sakit parah. Ruqayyah wafat pada saat Perang Badar sedang berlangsung.
Nabi Muhammad tidak dapat hadir di pemakamannya karena harus memimpin perang, namun beliau tetap menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada putrinya.
Ummu Kultsum merupakan anak perempuan ketiga Nabi Muhammad SAW dan Khadijah. Setelah kematian kakaknya, Ruqayyah, Ummu Kultsum dinikahkan dengan Utsman bin Affan.
Hal ini membuat Utsman mendapatkan julukan “Dzun Nurain,” yang berarti “pemilik dua cahaya,” karena menikahi dua putri Nabi.
Meskipun pernikahan mereka tidak dikaruniai anak, Ummu Kultsum tetap mendukung perjuangan suaminya dan berdiri di sampingnya dalam berbagai kesulitan.
Kisah Ummu Kultsum menjadi cerminan dari kesetiaan seorang istri dan keikhlasan dalam menjalani takdir.
Fatimah Az Zahra adalah nama anak Nabi Muhammad SAW dan Khadijah yang bungsu, dan juga dikenal sebagai putri yang paling mirip dengan ayahnya, baik dari segi penampilan maupun sifat.
Fatimah memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Nabi, dan beliaulah yang merawat ayahnya di masa-masa sulit.
Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, sepupu Nabi, dan mereka dikaruniai dua putra yang kelak menjadi tokoh penting dalam sejarah Islam, yaitu Hasan dan Husain.
Fatimah adalah simbol kesucian, ketabahan, dan kebijaksanaan.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, Fatimah sangat terpukul dan tidak lama kemudian meninggal dunia.
Fatimah dianggap sebagai pemimpin perempuan di surga dan menjadi teladan bagi setiap Muslimah dalam menjalani kehidupan dengan keteguhan iman dan kebaikan hati.
Abdullah adalah putra kedua Nabi Muhammad SAW yang lahir dari Khadijah setelah kenabian. Abdullah juga dikenal dengan julukan “At-Thayyib” dan “At-Tahir,” yang berarti suci dan baik.
Namun, seperti halnya Al-Qasim, Abdullah meninggal dunia saat masih kecil.
Kehilangan Abdullah di usia muda kembali menjadi ujian besar bagi Nabi Muhammad dan Khadijah, namun mereka tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi musibah ini.
Meski tidak banyak kisah tentang Abdullah, keberadaannya sebagai putra Rasulullah tetap memberikan pelajaran tentang arti ketabahan dan keikhlasan.
Ibrahim adalah nama anak Nabi Muhammad SAW yang terakhir, lahir dari Maria Al-Qibtiyah, seorang hamba sahaya yang dihadiahkan kepada Nabi. Ibrahim lahir di Madinah, dan Nabi Muhammad sangat mencintainya.
Namun, seperti halnya saudara-saudaranya, Ibrahim juga meninggal dunia pada usia yang sangat muda, sekitar 16 atau 18 bulan.
Nabi Muhammad sangat sedih atas kematian Ibrahim, namun tetap menunjukkan ketegaran dan penyerahan diri kepada kehendak Allah.
Saat Ibrahim wafat, Nabi Muhammad bersabda, “Mata menangis dan hati bersedih, tetapi kami tidak akan mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Tuhan kami.
Ibrahim, kami sangat sedih dengan kepergianmu.” Kisah Ibrahim mengajarkan tentang kasih sayang seorang ayah dan ketabahan dalam menghadapi kehilangan.
Ketujuh nama anak Nabi Muhammad SAW beserta kisah hidupnya mengajarkan untuk tetap kuat dalam menghadapi cobaan hidup dan meneladani keluarga Nabi dalam menjalani kehidupan.
Melalui platform donasi Yatim Mandiri, Sahabat dapat membantu sesama yang membutuhkan dan meneladani sifat Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Selain berperan sebagai utusan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW juga memiliki peran sebagai ayah. Beliau memiliki putra dan putri yang dilahirkan dari Sayyidah Khadijah dan Mariyah Al-Qibthiyah.
Nabi Muhammad SAW diketahui memiliki tujuh anak. Dari jumlah tersebut, enam anak dilahirkan oleh Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, sementara satu anak lainnya lahir dari Mariyah Al-Qibthiyah.
Putra-Putri Nabi Muhammad
Dikutip dari buku Hidup bersama Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam karya Daeng Naja, berikut putra-putri Nabi Muhammad SAW:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Qasim lahir di Makkah sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi nabi. Kelahiran Qasim ini membuat Nabi Muhammad SAW dijuluki Abu Qasim atau 'Bapaknya Qasim'. Namun, Qasim meninggal pada usia 2 tahun.
Anak kedua Rasulullah SAW adalah Sayyidah Zainab binti Muhammad. Putri Rasulullah SAW ini dinikahkan dengan sahabat Abu Al Ash bin Ar Rabi, yang kemudian dikaruniai dua anak bernama Ali dan Umamah.
Abu Al Ash bin Ar Rabi mengucap dua kalimat syahadat dan mengikuti agama istri dan mertuanya dan pindah ke Madinah. Sayyidah Zainab kemudian meninggal dunia pada 8 Hijriah meninggalkan suami dan anaknya.
Nabi Muhammad SAW kemudian dikaruniai anak ketiga, yaitu Sayyidah Ruqayyah binti Muhammad. Sayyidah Ruqayyah dinikahkan dengan sahabatnya, Utsman bin Affan, dan dari pernikahan tersebut lahirlah seorang putra bernama Abdullah.
Ketika tinggal di Madinah, mereka menghadapi ujian dengan wafatnya putra tunggal mereka pada usia 6 tahun. Tidak lama kemudian, Sayyidah Ruqayyah sakit dan dikabarkan meninggal dunia ketika Rasulullah SAW sedang berada di medan Perang Badar.
Anak keempat Nabi Muhammad SAW adalah Ummu Kultsum. Ummu Kultsum menikah dengan Utbah bin Abu Lahab, namun Utbah menceraikannya sebelum mereka sempat hidup bersama.
Setelah itu, Ummu Kultsum menikah dengan Utsman bin Affan setelah istri Utsman, Ruqayyah, meninggal dunia. Ummu Kultsum, putri keempat Rasulullah SAW dari Siti Khadijah, meninggal pada 9 Hijriah.
Putri Nabi Muhammad SAW yang paling terkenal dan sering kita dengar dalam berbagai riwayat adalah Sayyidah Fatimah Az Zahra. Sayyidah Fatimah adalah anak kelima Nabi Muhammad SAW dan putri yang sangat beliau cintai. Ia lahir lima tahun sebelum Rasulullah SAW menerima wahyu pertama.
Sayyidah Fatimah kemudian dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib RA, dan dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai lima orang cucu untuk Rasulullah SAW, yaitu Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, dan Muhassin.
Putra terakhir Nabi Muhammad SAW dari Siti Khadijah adalah Abdullah. Abdullah lahir setelah Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai rasul, dia lahir di masa permulaan Islam setelah turunnya wahyu. Namun, Abdullah meninggal di Kota Makkah ketika dia masuk kanak-kanak
Nabi Muhammad SAW juga memiliki putra dari istrinya, Mariyah Al Qibthiyah. Keturunan beliau yang juga menjadi putra bungsunya ini bernama Ibrahim.
Ibrahim lahir pada 8 Hijriah di Madinah. Sayangnya, Ibrahim meninggal dunia ketika usianya baru mencapai 17 atau 18 bulan. Dia wafat pada 10 Hijriah. Rasulullah SAW pun sangat bersedih dengan kepergiannya.
Nama Putra dan Putri Nabi Muhammad
Semasa hidupnya dengan Khadijah binti Khuwailid, Nabi Muhammadmemiliki 6 orang anak, dua laki-laki, dan empat orang perempuan. Kemudian satu anak yang dilahirkan oleh istri Rasul Bernama Mariyah al-Qibthiyah. Melansir dari NU Online, berikut adalah anak nabi Muhammad berdasarkan penjelasan oleh Ibnu Hazm dan KH M Hasyim Asy'ari:
Anak Nabi Muhammad yang pertama adalah Al-Qasim bin Muhammad. Qasim lahir sebelum Muhammad diangkat menjadi seorang Nabi. Al-Qasim hanya hidup beberapa hari saja. Berkat kelahirannya sebagai anak tertua, Rasulullah kemudian diberi julukan Abu Qasim.
Kemudian lahirlah Zainab binti Muhammad, yang merupakan putri tertua Nabi. Zainab kemudian menikah dengan Abu al-Ash bin ar-Rabi, yang dari pernikahannya itu lahir putra Bernama Ali (yang meninggal saat remaja) dan Umamah (yang kemudian dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib ketika Fatimah bin Muhammad wafat). Disebutkan juga bahwa Zainab wafat pada 8 H.
Putri Rasulullah berikutnya adalah sayyidah Ruqayyah. Ia kemudian menikah dengan Utsman bin Affan. Lalu memiliki seorang anak Bernama Abdullah (meninggal saat usia empat tahun). Dalam catatan sejarah, Ruqayyah wafat ketika Nabi sedang dalam perang Badar.
Kemudian, anak Rasulullah yang keempat adalah Ummu Kultsum. Dia menikah dengan Utbah bin Abu Lahab, namun bercerai sebelum disentuhnya. Ia kemudian dinikahi oleh Utsman bin Affan (setelah ditinggal wafat istrinya, Ruqayyah). Ia tidak memiliki keturunan dan wafat pada tahun 9 H.
Putri Rasulullah berikutnya adalah Fatimah Az-Zahra, ia lahir lima tahun sebelum Nabi Muhammad menerima wahyu yang pertama. Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Dengan Ali, Fatimah memiliki beberapa anak yaitu Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, dan Muhassin (meninggal saat masih kecil). Fatimah wafat enam bulan setelah Nabi Muhammad wafat.
Abdullah bin Muhammad lahir setelah ayahnya diangkat menjadi Nabi. Ia wafat saat usianya masih kecil.
Anak Nabi Muhammad yang terakhir adalah Ibrahim yang lahir dari Mariyah al-Qibthiyah. Namun, Ibrahim wafat saat usianya baru 17 atau 18 bulan.
Nabi Muhammad SAW memiliki tiga putra dari pernikahannya. Beliau memberikan nama-nama yang berarti baik lagi mulia. Namun, atas ketetapan dan kuasa Allah SWT, ketiganya meninggal ketika masih kecil.
Merangkum buku Sejarah Agung Hasan dan Husain yang disusun oleh Ukasyah Habibu Ahmad, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama dan sejarawan muslim mengenai jumlah istri Rasulullah SAW. Namun, pendapat yang paling banyak disepakati ialah 12 orang.
Mereka adalah Khadijah binti Khuwailid RA, Saudah binti Zam'ah RA, Aisyah binti Abu Bakar RA, Hafshah binti Umar RA, Zainab binti Khuzaimah RA, Ummu Salamah binti Abu Umaiyah RA, Zainab binti Jahzi RA, Juwairiyah binti al-Harits RA, Ummu Habibah binti Abu Sufyan RA, Shafiyah binti Huyai RA, Mariyah al-Qibthiyah RA, dan Maimunah binti al-Harits RA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari istri-istri tersebut, Rasulullah dikaruniai tujuh orang anak yang terdiri atas tiga anak laki-laki dan empat anak perempuan. Putra dan putri beliau adalah Qasim RA, Abdullah RA, Zainab RA, Ruqayyah RA, Ummu Kultsum RA, Fatimah RA, dan Ibrahim RA.
Keenam putra dan putri beliau lahir dari rahim Sayyidah Khadijah binti Khuwailid RA. Sementara itu, satu orang putra lahir dari rahim Sayyidah Mariyah al-Qibthiyah RA, yakni Ibrahim RA.
Qasim atau Al-Qasim terlahir sebelum Rasulullah diangkat menjadi nabi dan rasul. Namun, pada usia sekitar 2 tahun kematian menjemputnya. Di masa yang sama, lahir Zainab. Setelah dewasa, Zainab menikah dengan Laqih yang bergelar Abul Ash bin Rabi.
Adapun Abdullah atau yang dijuluki dengan gelar Ath-Thayyib dan At-Thahir juga lahir pada masa pra kenabian, meski dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdullah dilahirkan pasca Rasulullah diangkat sebagai nabi dan rasul.
Sama halnya dengan Qasim, Abdullah juga meninggal pada waktu masih bayi sehingga tidak banyak catatan yang tertinggal tentangnya. Disebutkan dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad oleh Nurul H. Maarif bahwa Abdullah wafat ketika Rasulullah masih berada di Mekkah.
Sementara itu, putra Rasulullah yang bernama Ibrahim, yang juga satu-satunya anak kandung beliau yang lahir selain dari rahim Khadijah, lahir di bulan Dzulhijjah pada tahun ke-8 H. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam buku Manajemen Cinta Sang Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Sopian Muhammad.
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ibrahim wafat sejak masih kecil, yakni ketika masih beberapa bulan. Menurut riwayat yang berbeda, Ibrahim wafat pada umur 2 tahun. Meskipun kebersamaan Rasulullah bersama Ibrahim sangat singkat, tetapi kehadiran putra bungsunya memberikan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga beliau.
Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai rasul dan nabi terakhir. Hal tersebut termaktub dalam Al-Qur'an surat Al Ahzab ayat 40,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ
Artinya: Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Syahruddin El-Fikri menyebutkan dalam bukunya Situs-Situs dalam Al-Qur'an: Dari Peperangan Daud Melawan Jalut Hingga Gua Ashabul Kahfi bahwa Ibnu Abbas, sahabat sekaligus mufassir terkemuka di zaman nabi mengomentari ayat tersebut dengan menafsirkan firman Allah sebagai salah satu bentuk kekuasaan Allah Yang Maha Mengetahui.
Allah tidak menjadikan salah satu anak Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul karena sejatinya Allah berkehendak Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir. Tidak sama seperti nabi-nabi dari zaman sebelumnya yang merupakan ayah dan anak.
Berdasarkan logika tersebut, Ibnu Abbas mengaitkan bukti sejarah bahwa putra-putra Rasulullah wafat di usianya yang masih amat belia. Apabila putra-putra Rasulullah hidup sampai dewasa, tidak mustahil jika di kemudian hari orang-orang akan mendewakan salah satunya dan mengangkatnya sebagai nabi.
Namun, karena ketetapan dan kekuasaan Allah, putra-putra Rasulullah pun kembali ke sisi-Nya. Allah telah menetapkan takdir mereka dengan tidak menjadikan salah satu di antara mereka hidup hingga dewasa. Hal itulah yang mempertegas bahwa Rasulullah adalah nabi sekaligus rasul terakhir yang diutus oleh Allah.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibn Abi Aufa, dia berkata, "Putra Nabi Muhammad SAW meninggal dunia ketika masih kecil. Seandainya setelah Nabi Muhammad SAW itu akan diutus nabi lagi, maka dialah yang akan menjadi penggantinya (putra Nabi Muhammad SAW). Namun, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW tidak akan ada nabi lagi setelahnya."
Itulah nama-nama ketiga putra Nabi Muhammad yang meninggal di usia mereka yang masih kecil. Dengan mengetahui kebenarannya, semoga umat muslim dapat semakin mengimani bahwa Rasulullah merupakan nabi dan rasul terakhir.
Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Perdebatan di kalangan para peneliti sejarah mengenai siapa sebenarnya putra Nabiyullah Ibrahim Alaihi salam yang disembelih menarik untuk disimak. Apakah Nabi Ismail Alaihi salam yang merupakan kakek moyang Bangsa Arab ataukah Nabi Ishaq Alaihi salam yang merupakan kakek moyang bangsa Yahudi?
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenai ibadah qurban termaktub dalam Al-Quran surah As-Shaffat [37] ayat 99-111, yaitu:
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (٩٩) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠٠) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (١٠١) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ (١٠٨) سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (١٠٩) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١١٠) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (١١١) (الصفّت [٣٧] : ٩٩ــــ١١١
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
“Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.(99) Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh (100) Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar (101). Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102) Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (103)Dan Kami panggillah dia, “Hai Ibrahim (104), sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, “sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106)Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (107)Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (yaitu). (108)Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. (109) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (110) Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (111)”.
Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin Isma’il Al-Fatani dalam kitab Misbahul Munir menjelaskan maksud anak yang sabar pada ayat:{فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ} “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar” adalah Ismail Alaihi salam yang lahir dari seorang wanita shalihah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam, bernama Hajar.
Di antara sahabat yang berpendapat bahwa yang disembelih ialah Ismail antara lain Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, dan Abu at-Thufail ‘Amir bin Watsilah. Dari kalangan tabiin antara lain Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan al-Bashri. Kalangan mufasir yang mendukung pendapat ini ialah Wahbah az-Zuhaili, Ar-Razi, At-Thabrisi, Thabathabai, Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, Thabathabai, An-Nasafi, Sa’id Hawa’, Thahir ibnu ‘Asyur.
Menurut Sheikh Dr Mustafa Murad, guru besar Universitas Al Azhar, dalam bukunya Zaujatul Ambiya, Hajar pada awalnya merupakan budak yang membantu Sarah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam yang pertama. Hajar lah yang menemani Nabi Ibrahim Alaihi salam dalam perjalanan panjang dari Palestina menuju Makkah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Menurut kaum Ahli Kitab, disebutkan di dalam nas kitab-kitab mereka bahwa ketika Ibrahim Alaihi salam mempunyai anak, Ismail, ia berusia 86 tahun dan ketika beliau mempunyai anak Ishaq dari istrinya Sarah, beliau berusia 99 tahun. Jadi selisih umur Ismail Alaihi salam dan Ishaq Alaihi salam adalah 13 tahun. Kaum Ahli Kitab mengakui bahwa Nabi Ibrahim Alaihi salam diperintahkan untuk menyembelih anak tunggalnya, atau dalam salinan kitab yang lain disebutkan anak pertamanya.
Akan tetapi, orang-orang Yahudi mengubahnya dan membuat-buat kedustaan dalam keterangan ini, lalu mengganti dengan Ishaq Alaihi salam. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan nas kitab asli mereka. Sesungguhnya mereka menyusupkan penggantian dengan memasukkan Ishaq Alaihi salam sebagai ganti Ismail Alaihi salam karena bapak moyang mereka adalah Ishaq Alaihi salam, sedangkan Ismail Alaihi salam adalah bapak moyang bangsa Arab. Kebiasaan orang Yahudi mengubah ayat-ayat kitabullah dan berdusta disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Quran, antara lain:
وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُۥنَ أَلْسِنَتَهُم بِٱلْكِتَٰبِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (ال عمران [٣]: ٧٨)
“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 78)
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَٱسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَٰعِنَا لَيًّۢا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى ٱلدِّينِ ۚ…. (النساء[٤]: ٤٦)
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa’ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama…..” (QS. An-Nisa [4]: 46)
فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ لَعَنَّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَٰسِيَةً ۖ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ ۙ وَنَسُوا۟ حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ ۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىٰ خَآئِنَةٍ مِّنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ ۖ…. (المائدة[٥]: ١٣)
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat),…” (QS. Al-Maidah [5]: 13)
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Orang-orang Yahudi dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu mereka menambah-nambahinya dan menyelewengkan pengertian anak tunggal dengan “anak yang ada di sisimu”. Alasannya karena Ismail Alaihi salam telah dibawa pergi oleh Ibrahim Alaihi salam bersama ibunya ke Mekah.
Takwil penyimpangan seperti ini merupakan hal yang batil, karena sesungguhnya pengertian anak tunggal itu adalah anak yang semata wayang bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam. Lagi pula, secara manusiawi, anak pertama merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka perintah untuk menyembelihnya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.
Ibnu Katsir menyebutkan, sejumlah ahlul ‘ilmi mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq Alaihi salam, menurut apa yang telah diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf; sehingga ada yang menukilnya dari sebagian sahabat. Tetapi hal tersebut bukan bersumber dari Kitabullah, bukan pula dari Sunnah. Dapat dipastikan bahwa hal tersebut tidaklah diterima, melainkan dari ulama Ahli Kitab, lalu diterima oleh orang Muslim tanpa alasan yang kuat.
Karena Al-Quran telah menyebutkan berita gembira bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam akan kelahiran seorang putra yang penyabar dan menyebutkan pula bahwa putranya itulah Az-Zabih (yang disembelih), maka jelaslah bahwa yang dimaksud adalah Ismail Alaihi salam, bukan Ishaq Alaihi salam.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Sementara itu, kalangan Syiah menganggap bahwa orang yang menyebarkan berita kebohongan mengenai hal itu adalah seorang Bernama Ka’ab Al-Ahbar. Ia adalah seorang anak Yahudi yang dipercaya memberi fatwa kepada umat Islam di masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.
Sahabat Abu Dzar al-Ghifari yang masih hidup semasa itu sempat sangat marah kepada Ka’ab. Abu Dzar pernah memukul Ka’ab dengan tongkat yang dibawanya sambil berkata: “Hai anak dari wanita Yahudi! Apakah engkau ingin mengajari kami tentang agama kami?”
Pada masa pemerintahan Mu’awiyyah, Ka’ab juga dipercaya untuk menjadi pembesar di Damaskus. Dari jabatannya itu, ia membuat-buat cerita dusta tentang keunggulan kota Damaskus serta para penghuninya lebih unggul dari kota lain atau provinsi lain sehingga timbul kebanggaan orang-orang Damaskus dan muncul perasaan kagum orang-orang yang tidak bermukim di kota itu.
Berita gembira kelahiran Ismail Alaihi salam disebutkan dengan menggunakan diksi ghulām halīm (anak sabar), sifat ini sangat cocok bagi orang yang mentaati perintah Tuhannya, membenarkan mimpi bapaknya, tidak marah dan tidak membangkang. Tokoh ini tak lain adalah Ismail Alaihi salam. Adapun berita gembira kelahiran Ishaq disebutkan dengan diksi ghulām alīm (anak pintar), bahwa Nabi Ishak Alaihi salam akan menjadi seorang ulama di masa dewasanya (Tafsir At-Thabari, 8/7626).
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Dalam ayat lainnya, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ (Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya) dalam surah Maryam [19]: 54) merupakan sifat yang menonjol pada diri Nabi Ismail Alaihi salam, sekalipun sifat itu bisa saja tampak pada diri orang lain. Namun, semua ahli sejarah sepakat bahwa sifat mulia itu tersemat pada diri Ismail Alaihi salam yang tulus dalam berjanji dan menunaikannya.
Adapun janji Ismail Alaihi salam yang telah dilaksanakannya dengan benar. Ia telah menyerahkan diri untuk jadi qurban, tanpa ragu-ragu dan bimbang. Makanya ia berhak untuk mendapat keistimewaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang yang benar janjinya.
Buah dari kesabaran atas ujian itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantinya dengan hewan sebagai qurban, dan menyelamatkan Ismail dari rencana untuk disembelih, lalu Ibrahim diberi putera lainnya : وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ (Dan kami beri Ibrahim Ishaq).
Dalam buku Zādul Ma’ād karya Ibnu Qayyim Al-Jauzi dan beberapa referensi lainnya menyimpulkan bahwa yang jadi qurban itu Ismail Alaihi salam. Demikian pula pendapat sebelumnya yang diperkuat hadits riwayat al-Hakim dari Muawiyah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam tidak menyangkal denga gelar yang diberikan orang-orang yang menyebutnya ‘ Ibn al-Zabīhīn” (anak keturunan korban). Sebagaimana diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan darinya, bahwa beliau bersabda: أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ “Saya adalah putra dua orang yang dikorbankan.” Dalam hadits riwayat Al-Hakim, yang dimaksud dua orang yang dikorbankan adalah; Pertama, Abdullah bin Abdul Muttalib, yang ketika itu Abdul Muttalib bernazar akan menyembelih putranya yang kesepuluh jika ia memiliki anak lelaki. Namun atas saran masyarakat Makkah, Abdullah tidak jadi disembelih dan sebagai gantinya, Abdul Muttalib menyembelih seratus ekor unta.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Kedua, adalah Nabi Ismail Alaihi salam yang merupakan kakek moyang Nabi Muhammad Shallallahu alaihi salam dan bangsa Arab dari jalur Adnan. Menurut Ibnu Katsir, hadits tersebut kedudukannya Gharib sekali, sementara ulama lain mengatakan shahih.
Untuk memastikan bahwa putra Ibrahim Alaihi salam yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam, Ibnu Katsir dalam tafsirnya membuat judul “Atsar-atsar yang bersumber dari ulama salaf tentang siapa yang disembelih”.
Setelah menjelaskan kelemahan-kelemahan dari pendapat yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam, yang ternyata sanad-sanadnya dhaif, bahkan ada yang matruk (perawinya bohong) dan munkar (tidak diterima), Ibnu Katsir kemudian membuat judul selanjutnya :”Atsar-atsar yang menyebutkan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam” yang derajatnya adalah shahih dan dapat dijadikan pegangan pasti.
Ibnu Katsir menyebutkan beberapa riwayat dari Ibu Abbas: “Bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Sementara orang Yahudi yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam sesungguhnya mereka telah berdusta.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Israil (seorang ahli hadits) meriwayatkan dari Saur, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Ibnu Najih meriwayatkan dari Mujahid bahwa dia (yang disembelih) adalah Ismail Alaihi salam. Hal yang sama juga dikatakan oleh Yusuf bin Mahran. As-Sya’bi mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam dan dia pernah melihat sepasang tanduk gibasy (domba) di dalam Ka’bah.
Muhammad bin Ishaq telah meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia tidak pernah meragukan masalah ini bahwa anak yang diperintahkan Allah agar disembelih oleh Ibrahim Alaihi salam di antara salah satu dari anaknya adalah Ismail Alaihi salam.
Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Muhammad bin Ka’ab ada bersamanya di Syam Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah. Ia berkata: “Sesungguhnya berita ini merupakan berita yang belum aku perhatikan dan sesungguhnya aku hanya berpendapat seperti apa yang engkau katakan.”
Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz memanggil seorang laki-laki Yahudi dari kalangan ulama mereka yang sudah memeluk Islam dan berbuat baik dalam keislamannya. Lalu, Umar bin Abdul Aziz bertanya kepadanya: “Manakah di antara kedua putra Ibrahim Alaihi salam yang diperintahkan untuk disembelih?” Laki-laki itu menjawab: “Demi Allah wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang-orang Yahudi benar-benar tahu tentang hal tersebut, tetapi mereka dengki terhadap kalian, Bangsa Arab jikalau bapak kalian yang dimaksudkan dalam perintah Allah serta keutamaan yang dimiliki Ismail Alaihi salam berkat kesabarannya. Mereka berbalik mengingkari hal tersebut dan menganggap bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam karena ia adalah Bapak moyang mereka.” Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih tahu tentang siapa sebenarnya yang disembelih. Yang pasti, baik Ismail Alaihi salam dan Ishaq Alaihi salam, keduanya adalah hamba yang baik dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Dari uraian di atas, penulis berkeyakinan bahwa yang disembelih oleh Nabi Ibrahim Alaihi salam adalah Nabi Ismail Alaihi salam, bukan Nabi Ishaq Alaihi salam, sesuai dengan fakta-fakta sejarah dan kekuatan sanad (sandaran periwayatannya).
Wallahu a’alam bis shawab. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Hukum Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Dalilnya, Begini Menurut Ulama
Dalam Kitab Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin karya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari sebagaimana dilansir dari laman ponpes tebuireng, semua putra-putri Nabi SAW telah wafat sebelum intiqal (wafatnya) Nabi SAW. Kecuali Sayyidah Fathimah yang masih hidup selama enam bulan, setelah intiqalnya Nabi SAW. Berikut penjelasan singkat mengenai putra-putri Nabi SAW dilansir dari laman NU Online.